Jumat, 11 November 2011

Buat yang Lagi Belajar Masak

Memasak! Satu kata yang pernah menghantui saya. Bagaimana tidak, jika dulu saat saya masih menjadi seorang gadis remaja, saya sama sekali belum familiar dengan dapur seisinya dan lebih lugasnya disebut belum bisa memasak. Hingga saat berumah tangga, naluri keibuan itupun muncul dengan sendirinya, saya bersedia untuk belajar memasak sedikit demi sedikit Dari belajar menanak nasi, membuatkan lauk untuk makan malam berdua dengan suami, memasak sarapan nasi goreng spesial kesukaan suami, hingga akhirnya lama-kelamaan memasak menjadi sebuah kebutuhan dan kadang (pun) menjadi kewajiban. Walaupun masih lekat dalam ingatan saya, saat proses belajar memasak itu seperti pengalaman pemula pada umumnya, yaitu ada kalanya masakan menjadi keasinan, gosong, atau bahkan saat masakan matang baru sadar kalau ada bumbu ataupun bahan yang lupa belum dimasukkan (doh!) Dari belajar memasak itu, saya mendapatkan beberapa tips yang ingin saya bagi, semoga bermanfaat!!
1.    Jangan bersisir sebelum masuk dapur, bahkan untuk yang berambut panjang, jangan menyentuh/membenarkan ikat rambut saat memasak. Terdengar sepele kan, tapi ini penting lho kalau kita tidak ingin suami kita menemukan rambut atau bahkan ketombe pada masakan kita. Dari sini saya tau kenapa kebanyakan koki atau chef memakai topi koki saat memasak.
2.    Lebih baik belajar dari satu sumber saja untuk satu masakan tertentu. Diutamakan sumber dari orang yang pernah memasak masakan tersebut dan selera lidahnya sama dengan lidah kita.
3.    Pertama kali belajar memasak, buatlah masakan kesukaan anggota keluarga, kesukaan calon suami, ataupun kesukaan camer (calon mertua) hehe *winking
4.    Buatlah masakan tersebut dalam porsi kecil dulu, 3 atau 5 porsi. Maksud saya, kalau sudah terlanjur masak banyak tapi kurang enak kan sayang!
5.    Saat menakar garam, lebih baik kurang daripada lebih. Kalau kurang kan bisa ditambahi, bahkan saat sudah dihidangkan atau saat akan dimakan, tapi kalau kelebihan..fatal deh!
6.    Menurut saya, lebih baik cobalah untuk memasak masakan dulu baru kudapan karena berdasar pengalaman, saat masakan saya sudah bisa dibilang enak, masak kudapan apapun bisa enak juga!
7.    Menu masakan untuk belajar, pilihlah bahan masakan yang sehat, mudah didapatkan, sesuai anggaran belanja, dan mudah dipraktekan untuk hari-hari berikutnya. Sayang juga kan kalau udah sukses belajar masak masakan tertentu trus ke depannya malah jarang dipraktekan
8.    Untuk menu akhir pekan, pilihlah masakan atau kudapan spesial. Kalau suami saya paling suka dibuatin puding atau ayam goreng filet! hehe
9.    Untuk yang tidak suka memakai penyedap rasa ataupun mitchin, gunakan daging asli yang bisa disimpan di dalam lemari beku untuk stok beberapa hari. Daging ayam cukup ¼ kg atau sekitar Rp. 3000 sudah bisa membuat masakan apa saja menjadi lebih sedap, tanpa penyedap rasa. Silahkan buktikan!
10.    Yang terakhir, abadikan setiap masakan yang telah sukses dibuat dan beri catatan sebagai tips jika ingin mempraktekannya lagi. Untuk tips terakhir ini khusus buat ibu-ibu narsis kayak saya! Haha
Seneng banget loh rasanya kalo masakan yang kita masak dibilang enak dengan jujur (tanpa raut wajah yang mencurigakan) sama suami tercinta atau dibilang ma adek kalau masakan kita dah kayak masakannya ibuk. Menurut saya, memasak biar bisa enak itu seperti belajar bahasa, tergantung pada seberapa sering kita mempraktekannya. Selamat mencoba!!!


My Son's First School at Playgroup of Riyadus Shalihin Kinder Garden School
Anakku Kebanggaanku :)



 

Pekerjaan ‘Aneh’ Saya

Berhubung banyak yang bertanya tentang pekerjaan ‘aneh’ yang sekitar setengah tahun ini saya geluti, maka saya buat penjelasan melalui tulisan saya ini untuk menjawab secara jamak berbagai pertanyaan dari teman-teman. Pertama-tama, saya berani menyebut ini adalah sebuah pekerjaan karena memang saya harus meluangkan waktu dan pikiran untuk mengerjakan kegiatan ini, di dalam proses pengerjaannya juga terdapat peraturan dan kode etik, saya harus mengeluarkan modal (pulsa internet unlimited), dan yang pasti....saya mendapatkan upah dari apa yang saya kerjakan itu. Tidak sampai berjuta-juta sih (seperti yang teman-teman kira), tapi tetap harus disyukuri. Setiap pekerjaan pasti ada namanya; guru, sopir, petani, polisi, pramuniaga, pilot, presiden, asisten (pembantu) runah tangga, pedagang, dll. Pekerjaan yang saya geluti ini juga mempunyai nama walaupun terdengar sangat asing, yaitu Content Writer yang dalam bahasa Indonesia mempunyai arti kurang lebih Penulis (penyedia) Isi (artikel). Saking asingnya, ketika saya mengucapkannya, pasti setiap orang yang mendengar langsung bilang, apa??? Pertanda meminta saya untuk menjelaskan arti kata tersebut atau paling tidak mengulangnya.

Trus Anehnya dimana??

Saya hanya menjadikan pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan sampingan atau side job sehingga proses pengerjaannya harus mengambil waktu istirahat (tidur) ataupun waktu luang saya karena seperti yang teman-teman tahu, memang pekerjaan pokok saya adalah sebagai guru dan sebagai ibu rumah tangga. Ya, saya sering sekali mengerjakan pekerjaan ini tengah malam ataupun dini hari karena selain pada jam-jam tersebut koneksi internet sangat bagus, tugas saya sebagai guru ataupun ibu biasanya memang sudah terselesaikan. Dalam proses pengerjaannya, pekerjaan ini menuntut saya harus online. Saat selesai membuat artikel dan mendapat link gambar-gambar yang sesuai, saya pun hanya mengirimkan hasil kerjaan saya ke Publisher yang menerbitkan tulisan-tulisan saya melaui e-mail. Oleh karena itu, saya tidak pernah bertemu langsung dengan si pemilik publisher ataupun rekan sesama Content Writer (yang tinggal di kota Batang, Jawa Tengah). Untuk gaji (pun) saya tidak pernah menerima langsung, hanya ditransfer ke rekening saya, gaji saya dapatkan dari Google melaui bos publisher saya. Nah, masalahnya adalah saat bekerja saya sering ‘nyambi’ buka Facebook (ngesbuk), Twitter (ngetwit), ataupun blog (ngeblog/blog walking) sebagai pengusir penat saat bekerja. Bayangkan saja, saat kita diharuskan membuat minimal 5 artikel yang bertema tentang sesuatu yang tidak sesuai dengan latar pendidikan kita, tema Wedding Decoration (Dekorasi Pernikahan) misalnya, berbahasa Inggris pula, belum saat kita dihadapkan pada puluhan, bahkan mungkin ratusan gambar (image/foto) kemudian kita harus memilih gambar-gambar yang sesuai dengan kriteria untuk kita pakai dengan mengambil link sumbernya. Maka, lapak-lapak seperti Facebook ataupun Twitter menjadi hiburan yang benar-benar mengusir penat bagi kami para CW (Content Writers). Biasanya saya login fesbuk atau twitter itu saat selesei membuat artikel, baru mau cari gambar atau saat menunggu loading gambar yang mau saya copy linknya. Namun demikian, masih saja banyak yang berpikiran negatif jika saya online pada jam-jam tersebut. Beberapa pertanyaan dan pernyataan yang pernah terlontar antara lain:

1. Muna tuh hobi banget ya fesbukan! Update terus...ga pernah ketinggalan!! (perasaan ga tiap jam update status deh, ga tiap hari malah....)
2. Mbak Muna kayak kalong, kalo malem pasti ‘melek’! ga ngantuk apa??? (tuntutan profesi ini! Seperti penjelasan di atas)
3. Tiap pegang hape di tempat umum, ketemu temen pasti dikira fesbukan, padahal...sumpah!! hape Samsung Ch@t (terpaksa sebut merk) saya itu bener-bener ga asik tampilannya buat fesbukan!
4. Enak ya Muna, kerja bisa sambil fesbukan. Kerja apa sih? Ikut program 5Milyar itu ya? (ini pertanyaan yang sering muncul)
5. Terakhir nih, yang agak ‘nylekit’!! Luamaaaaa ga ketemu langsung, berteman di Facebook jg diem aja, begitu ketemu pas salaman langsung fesbuk yang disungging, eh...disinggung-singgung maksudnya! ‘rajin banget fesbukan...kok sempet2nya tengah malem gitu update status’ (ckckckck)

Saya kira pertanyaan dan pernyataan tersebut di atas sudah terjawab dengan gamblang. Lagipula, rasanya tidak pernah saya membagi sesuatu yang tidak baik dari akun Facebook saya, semua hanyalah kata-kata ringan yang ingin saya ungkapkan. Penjelasan panjang lebar saya ini semacam klarifikasi agar di kemudian hari tidak ada lagi yang bernegative thinking tentang saya. Demi melakoni pekerjaan sampingan ini, saya rela menggadaikan waktu tidur saya. Jadi, salah besar kalau ada yang mengira saya ikut program MLM Internet yang dengan iming-imingnya seorang ibu rumah tangga bisa kaya raya dan pundi-pundi uang di rekeningnya bisa terus bertambah setiap harinya hanya dengan duduk-duduk di depan laptop sambil mengasuh anak. Oh...tidak bisa!! Saya tekankan lagi, ini adalah murni pekerjaan, insyaAlloh tanpa unsur judi. Untuk hasilnya, lumayanlah buat pegangan selama sebulan, alhamduliLLah! hehe

Walaupun saya masih kesulitan untuk menjelaskan pekerjaan sebagai CW ini pada kedua orang tua ataupun kedua mertua saya yang notabene masih awam tentang dunia maya. Saya lebih suka menyebutnya kepada mereka kerjaan sampingan saya adalah penerjemah, karena dalam prosesnya, saya memang harus menterjemahkan, lebih seringnya dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Orang lain berhak menilai kita dari sudut pandang mereka, namun hendaknya penilaian itu harus berdasarkan realita atau kenyataan.

Demikianlah penjelasan saya yang sangat apa adanya! hehe

Jumat, 04 Februari 2011

me and my little hero
as Pedrossa

Hidup adalah impian, maka raihlah!


Aku merasa lebih hebat
Setelah aku selalu mampu menata hatiku
Meletakkan diriku di posisi semestinya
Mengalahkan egoku..
Menganggap angin lalu perkataan dan pandangan
Orang lain yang tak layak ku pertimbangkan..

Aku merasa telah menjadi diriku
Dengan lebih sedikit air mata pilu
Dengan lebih banyak senyum dan tawa kebahagiaan

Aku merasa lebih ada dan dewasa
Karena lebih bisa menghidupi hidup ini
Karena mampu memperjuangkan mimpi-mimpiku
Karena aku bisa mencintai dan dicintai

Memang hidup
Sesaat seperti permainan
Sesaat layaknya perjuangan
Dan aku masih akan selalu meyakini bahwa manusia
Tak ada yang berkuasa
Tak satupun bisa memiliki untuk selamanya

Dan aku tak akan berhenti hanya di tempat ini
Hanya untuk melihat dan BERTEPUK TANGAN
Setiap kesempatan ada untuk dimanfaatkan
Setiap keinginan ada untuk diperjuangkan

Beriring dalam lubuk hati yang paling dalam
Aku tak ingin keberadaanku yang sesaat ini
tak terhitung dan tak dipertimbangkan
Karena dunia ini hanya jembatan
untuk sampai di tempat tujuan
Keep Fighting!!!

Jika Aku

Jika aku angin, biarkan aku berhembus
Menembus ruang dan waktu,sesukaku
Jika aku air, biarkan aku terus mengalir
Ke  seluruh belahan bumi dan tak terhenti
Jika aku mentari, biarlah aku datang
Dengan sinarnya yang menerangi dan menghangatkan
Jika aku pohon dengan daun-daunnya yanmg rimbun
Biarlah aku terus tumbuh
Untuk memberi rasa teduh
Tapi aku, hanya sesosok manusia yang
berfikir dengan otaknya, merasakan dengan
hatinya dan berdiri di atas kedua kakinya
sendiri...

Jika aku adalah luka hati, biarkan aku
Pergi dan tak kembali
Jika aku adalah sepi, biarkan aku menari
dan bernyanyi, pasti ramai
Jika aku beban, biarkan aku tak lama bertahan
Agar aku tak memberatkan
Tapi aku
Hanyalah aku
Seorang hamba 
Dengan segala kekurangannya

Sabtu, 29 Januari 2011

Hari gini upacara bendera?!

Saat itu saya sedang bersama teman-teman seprofesi saya dalam suatu acara rutin perkumpulan guru-guru bahasa Inggris se-kecamatan. Dalam pertemuan itu membahas bahwa akan ada tambahan materi dari Dinas Pendidikan untuk kelas enam yaitu materi yang bertema Upacara Bendera. Mungkin karena kesal harus mengajarkan materi baru di penghujung semester, di saat Program Semester telah dibuat dan waktu untuk Ulangan Kenaikan Kelas sudah dekat, beberapa teman mengeluhkan kebijakan itu.
Tiba-tiba pokok pembahasan menjadi si upacara bendera itu tadi. Bukankah saat ini upacara bendera dianggap tidak penting lagi? Bukankah banyak sekolah yang sudah menghapus jadwal upacara bendera di jadwal harian setiap hari Senin pagi? Apa sih pentingnya upacara bendera? Untuk menumbuhkan rasa nasionalisme? Efektifkah? Melatih kedisiplinan? Lihat saja kita yang dari jamannya TK sampai sebesar ini apa bisa disiplin karena upacara bendera? Kalaupun seorang siswa itu disiplin apakah karena upacara bendera? Orang-orang Amerika yang negaranya benar-benar super power itu saja tidak pernah melaksanakan upacara bendera.
Kira-kira seperti itulah beberapa pemikiran yang terlontar. Dan saya berpikir keras memutar otak, kira-kira jawaban apa yang bisa melumpuhkan semua pemikiran negatif tentang upacara bendera. Ternyata hampir tidak ada dalam otak saya waktu itu untuk memunculkan sebuah pembelaan untuk si upacara bendera.
Hingga di saat saya hendak masuk ruang kelas, saya melewati para siswa yang sedang berlatih upacara dan salah satu siswa sedang membacakan Doa. Ya, DOA!
Tiga huruf itu tiba-tiba menari-nari dalam benak saya. Seperti yang telah banyak kita tahu dan kita yakini, sungguh betapa hebatnya kekuatan doa itu. Hanya dengan berdoa, kita serasa bisa menaklukan kerasnya hidup dan menyelesaikan masalah. Banyak orang yang mengakui itu. Apalagi doa yang diserukan setiap Senin pagi itu diserukan dan diamini oleh milyaran lebih siswa dan guru se-Indonesia. Betapa tidak, misalnya untuk satu kecamatan tempat saya mengajar terdapat 20 Sekolah Dasar dengan satu sekolah yang tidak paralel terdapat sekitar 180 siswa dan sekitar 10 guru (jika kelas paralel berarti terdapat sekitar 360 siswa dan 20 guru). Jumlah itu jika dikalikan 20 hasilnya 3600 siswa dan 200 guru. Jika di kabupatennya saja terdapat sekitar 7 kecamatan, maka jumlah siswa SD se-kabupaten yang menyerukan dan mengamini doa setiap hari Senin pagi itu berjumlah sekitar 25200 siswa dan 1400 guru. Hitungan tersebut adalah hitungan minimal yaitu jika kelasnya belum paralel, jika kelasnya sudah paralel semua, maka jumlahnya menjadi dua kali lipat. Fantastis bukan? Itu baru hitungan untuk siswa dan guru Sekolah Dasar se-kabupaten, belum termasuk para siswa dan guru di tingkat SMP dan SMA, belum dalam hitungan para siswa dan guru seYogyakarta dan bahkan seIndonesia. Hebat!. Tanpa perlu kita mengumpulkan banyak orang untuk berdoa bersama ataupun bermujahadah secara besar-besaran. Doa Senin pagi ini adalah rutinitas yang baik sekali. Doa Senin pagi ini bisa mnejadi perantara untuk terkabulnya doa-doa kita.
Tapi sayangnya, masih banyak siswa dan guru yang meremehkan momen doa dalam upacara bendera. Namun, seperti prinsip saya, tak pernah ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan. Mulailah dari diri kita sendiri untuk mengambil sisi positif dari hal apapun di sekitar kita. Jika kita sudah tidak berkesempatan lagi untuk berdoa bersama di Senin pagi itu, tanamkanlah pada anak-anak kita, bahwa berdoa adalah otaknya ibadah dan hanya dengan berdoa, kita bisa tetap menjalin komunikasi dengan Tuhan kita.

Coba resapi makna setiap kata dalam doa setiap Senin pagi ini, betapa dalam dan luas tujuan yang ingin dicapai dalam doa ini:

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang
Kami yang berkumpul di tempat ini,
Memanjatkan doa ke hadirat Allah Yang Maha Esa

Ya Allah
Tunjukkanlah kami ke jalan yang benar,
Tunjukkanlah kami jalan yang lapang

Ya Allah
Berilah kami tambahan pemahaman
Karuniakanlah kami ketabahan
Di dalam kami berlatih dan belajar

Ya Allah
Tuhan Yang Maha Esa
Jauhkanlah kami dari perilaku nista,
Hindarkanlah kami dari perbuatan tercela,
Semoga tercapailah segala cita-cita

Ya Allah
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Limpahkanlah nur cahayaMu
Kepada para pemimpin kami
Kepada para pendidik tunas bangsa
Kepada para orang tua kami
Untuk melanjutkan perjuangan di segala bidang
Amin
Perkenankanlah doa kami

Jadi, masih adakah yang akan mengatakan, “hari gini.....upacara bendera?!” hehe 

Sebuah Lagu yang Tak Pernah Tega untuk Saya Nyanyikan


Lebih tepatnya ini mungkin bukan lagu, tapi tembang dolanan, mengingat kita tidak pernah tahu siapa pencipta lagu ini, dipopulerkan oleh siapa, dan tak jelas juga bagaimana not baloknya.
Sekitar 16 tahun yang lalu saya pertama kali mendengar lagu ini didendangkan oleh Ibu saya tersayang untuk menghibur adik saya yang paling ragil. Dimana waktu itu umurnya sekitar 2 tahun (seusia anak saya sekarang) dan kakaknya (adik saya yang paling besar) berusia 5 tahun.
Posisi adik kecil saya dalam pangkuan Ibu, saya menyimak dengan sungguh-sungguh lagu yang pertama kali saya dengar yang Ibu nyanyikan itu dan *glek, terkejut benar saya dengan lirik-lirik lagu tersebut. Mengigat Ibu selalu mengajari saya lagu ataupun tembang yang bertemakan nasehat, harapan, ataupun hiburan, maka saya tak menyangka bahwa ternyata ada juga lagu yang setega itu.
Mungkin sebagian dari teman-teman pernah mendengar atau bahkan pernah mendendangkan lagu ini, berikut potongan liriknya (sesuai ingatan saya, karena saya hampir tidak pernah menyanyikannya sejak pertama kali mendengarnya)

aku duwe adik cilik
tak tenguk'ke dingklik . .
tibo njempalik
wudele totol pitik!

(aku punya adik kecil
saya dudukkan dia di kursi kecil . .
jatuh terbalik
pusarnya dipatuk ayam!)

Sangat sepele memang, tapi masih benar-benar saya ingat perasaan polos saya sebagai seorang kakak yang sangat menyayangi adik-adiknya ketika mendengar lagu itu. Rasanya sungguh tak rela kalau adik-adik saya mengalami hal semacam itu. Mungkin ada unsurfun juga dalam lagu tersebut, tapi tetap saja menurut saya itu terlalu TEGA! 
Oleh karena itu, dari sekian banyaknya lagu ataupun tembang yang Ibu 'wariskan' kepada saya, hanya lagu/tembang tersebut di atas yang tidak pernah saya dendangakan untuk si kecil tersayang.